Sunday, July 1, 2007

Selain Kau tiada yang lain

Menikmati Allah adalah salah satu dari tujuan paling akhir dari hidup manusia. Sayang sekali banyak orang tidak mengerti bagaimana menikmati Allah. Sehingga orang-orang yang tidak mengerti telah kehilangan begitu banyak kesempatan menikmati kenikmatan tertinggi di dalam hidup ini. Banyak orang sudah merasa puas saat menggantikan Allah dengan kenikmatan murahan dan sementara, tetapi akhirnya mengalami kekosongan dan ketidakpuasan yang lebih besar.

Banyak orang yang akan terus-menerus merasakan kekosongan di dalam hidupnya meskipun sudah mencoba segala penghiburan dan kenikmatan sementara dan akan mati di dalam kekosongan hidup, karena tidak pernah menikmati Allah. Kepuasan dan kebahagiaan yang bisa mereka alami hanyalah kepuasan dan kebahagiaan sementara. Padahal Allah sudah menyediakan baik dengan sarana ataupun tanpa sarana untuk menikmatiNya.

Menikmati di dalam Pengenalan akan Allah
‘Tak kenal maka tak sayang’ adalah ungkapan yang biasa kita dengar. Kalau diubah sedikit menjadi ‘tak kenal maka tak nikmat’, akan sangat cocok untuk menggambarkan bagaimana umat Allah yang tidak bisa menikmati Pencipta, Pemelihara dan Penyempurna umat manusia.
Mengenal diri Allah akan membuat manusia kagum akan keagungan, kemuliaan dan kekudusanNya. Mengenal Allah akan membuat manusia bahagia, bersukacita dan puas. Karena manusia yang mengenal Allah bisa melihat dengan iman seberapa dahsyat, agung dan berkuasanya Allah yang mencipta dunia ini, bahkan menebus umatNya, memelihara dan menyempurnakan semuanya.

Alkitab berbicara tentang satu keberadaan Allah yang terdiri dari tiga pribadi, Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Pengenalan akan ketiga pribadi Allah ini seharusnya membuat kita masuk dalam kenikamtan persekutuan dengan ketiga pribadi Allah ini. Kenyataannya, banyak orang yang sulit mengerti dan bahkan mengenal satu keberadaan Allah dengan tiga pribadi ini. Berapa besar kenikmatan yang hilang di dalam ketidakmengertian ini?

Allah menyatakan diriNya dalam berbagai macam cara, baik melalui Firman, dalam hati manusia maupun melalui ciptaanNya. Tentu saja penyataan diriNya yang sangat jelas hanya ada di dalam FirmanNya yang berpusat kepada kedatangan Yesus Kristus ke dunia. Itu sebabnya pemazmur waktu berbicara tentang Firman, pemazmur menggambarkan sebagai kenikmatan yang tiada tara, lebih indah dari emas tua. Ada rasa ketertarikan dan kepuasan yang besar akan firman Tuhan.
Jangan salah berpikir bahwa pemazmur menyatakan kenikmatannya hanya dengan membaca atau mendengarkan firman Tuhan. Kenikmatannya karena ia merenungkan firman, dan ia mengalami bagaimana firman mengubah dan mengoreksi hidupnya, bahkan firman Tuhan menjadi pelita dan terang bagi hidupnya. Kenikmatan yang didapatkan karena mengenal Allah melalui firmanNya dan melihat bagaimana kuasa Allah yang besar itu bekerja sesuai dengan keberadaan diriNya.

Membaca dan mendengarkan firman Tuhan akan membuat umatNya mengenal keberadaan Allah, beriman, bersyukur, memuliakan dan menikmatiNya. Kita bisa melihat contohnya di dalam Maz 139. Raja Daud menunjukkan pengenalannya akan Allah sebagai yang Maha Tahu (omniscience, ay.1-6); Maha Hadir (omnipresence, ay.7-12); Maha Kuasa (omnipotence, ay. 13-19). Ada kekaguman akan keajaiban pengetahuan dan kuasa Allah, ada sukacita, kegembiraan dan ucapan syukur karena Daud mengenal siapa Allahnya yang begitu dahsyat. Daud bukan hanya beriman, ia juga menikmati Allah yang dikenalnya.

Kita juga bisa melihatnya di dalam Maz 27. Pengenalan Daud terhadap Tuhan yang adalah Terang dan keselamatan, membuat dalam keadaan dikepung musuh Daud tidak merasa takut. Bahkan pada ayat 4, Daud berkata:
Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.
Pengenalan akan Allah membuat Daud menikmatinya dan ingin terus dekat dengan Allah.
Bahkan didalam Mazmur 34:8, Daud mengatakan: Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Seolah-olah Tuhan seperti makanan yang bisa dinikmati.

Dalam Perjanjian Baru kita bisa melihat contoh dari Stefanus yang merupakan martyr pertama di dalam Kis 7:54-60. Stefanus yang dirajam dengan batu seharusnya begitu menderita dan berada di dalam kesakitan yang luar biasa. Tetapi di ay. 60, justru Stefanus berdoa, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Ia tidak memikirkan rasa sakit dan penderitaannya, bahkan ia meminta pengampunan bagi mereka yang sedang merajamnya dengan batu sampai mati. Mengapa? Karena di ay. 55-56, Stefanus melihat kemuliaan Allah dan juga melihat dan mengenal Tuhan Yesus. Akibatnya ia begitu menikmati apa yang dialaminya. Penderitaan sementara yang ia hadapi tidak sebanding dengan kenikmatan yang didapatkan di dalam pengenalan dan kemuliaan Allah.

Pengenalan akan Allah membuat kita bisa menikmati Allah. Kita tidak harus sekolah dan belajar perdebatan-perdebatan teologis yang rumit untuk mengenal Allah. Kita hanya perlu membaca Alkitab, dengan pimpinan Roh Kudus kita akan melihat Allah yang menjadi pusat dari awal sampai akhir dari sejarah dunia ini dan bukan manusia; mengenal dan beriman kepadaNya, kita akan melihat keagungan dan kemuliaanNya dan kita akan menikmatiNya. Kita sudah memiliki segala kelimpahan kenikmatan di dalam Alkitab, kita tinggal membaca dan menikmatinya. Sederhana sekali, bukan!?

Menikmati di dalam Persekutuan dan PenyertaanNya
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Mazmur 23:4.

Ayat ini berbicara tentang hidup yang berhadapan dengan lembah bayang-bayang maut dan kejahatan, tetapi justru ayat ini tidak berbicara tentang ketakutan, kegentaran maupun kesedihan. Bukankah seharusnya perasaan sedih, menakutkan karena bahaya yang dihadapilah yang seharusnya memenuhi manusia yang berada di dalam keadaan seperti itu? Justru yang terjadi sebaliknya. Daud mengatakan ia tidak takut bahaya/kejahatan, bahkan bisa merasakan ada sukacita, penghiburan dan tentu saja suatu kenikmatan. Karena kalau kita lihat selanjutnya di ayat ke 5, maka kita akan melihat nuansa kelimpahan dan kenikmatan waktu Tuhan menyediakan hidangan di hadapan lawan. Musuh tetap ada, tapi ada nuansa sukacita di dalam kelimpahan kenikmatan yang dianugerahkan oleh Tuhan. Apa yang menjadi penyebabnya?

Daud bisa merasakan penghiburan, sukacita, kebahagiaan dan kenikmatan karena penyertaan Tuhan (sebab Engkau besertaku). Penyertaan Tuhan membawa kenikmatan, bukan hanya karena kelimpahan berkat yang disediakan, tetapi juga di dalam kekurangan. Karena kenikmatan tertinggi justru terletak pada sumber kenikmatan itu sendiri, yaitu Tuhan Allah. Daud menikmati keberadaan dari pribadi Allah yang menyertainya.
Kehadiran Tuhan Yesus Kristus dalam hidup orang percaya seharusnya membuat hidup orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus bisa menikmati Allah dalam segala kelimpahanNya. Kita bisa menikmati Allah, karena Tuhan Yesus terus-menerus menyertai kita, bahkan tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus. Maka orang-orang yang tidak mengenal Kristus tidak akan pernah merasakan penyertaan dan kelimpahan kenikmatan seperti yang dialami oleh orang-orang percaya. Hal ini yang membuat orang-orang percaya di dalam segala keadaanpun tetap bisa menikmati Allah dengan segala sukacita.

Banyak orang yang bertanya, “Mana mungkin bisa menikmati di dalam keadaan kekurangan apalagi kalau kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi atau semua harta kita?” Alkitab menunjukkan bahwa mungkin untuk tetap bisa bersukacita dan menikmati, bahkan dalam keadaan kehilangan segala sesuatu.
Yang pertama, kita bisa melihatnya di dalam Habakuk 3:17-18.
17 Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, 18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.

Dari ay. 17 kita bisa melihat bahwa ada dua hal yang terjadi di dalam hidup Habakuk, tidak mendapatkan hasil yang diharapkan dan apa yang dimilikinya habis. Tetapi respon dari Habakuk justru tetap bersorak-sorak di dalam Tuhan dan beria-ria. Di dalam bahasa aslinya menggambarkan sukacita. Sukacita ini bukan karena penderitaan yang dialaminya, tetapi Habakuk mengerti bahwa kenikmatan dan sukacita terbesar bukan pada berkat-berkat Tuhan yang bisa hilang, tetapi sumber berkat dan kenikmatan yaitu pribadi Tuhan sendiri. Itu sebabnya Habakuk bisa tetap bersukacita karena ia menikmati Tuhan.
Yang kedua, kita bisa melihatnya di dalam Fil 1:21.
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

Mati bukanlah pilihan yang mengenakkan jika hidup ini penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan. Mana ada yang mau mati? Banyak orang yang sudah sekarat masih tetap ingin hidup. Kecuali kalau hidupnya terlalu sulit, tidak ada harapan, merasa hidup tidak berarti maka ingin mati. Tapi, Rasul Paulus membicarakan keuntungan dari kematian bukan karena hidup yang tanpa harapan, justru karena kematian memberikan harapan yang lebih besar. Bahkan di ay. 23, Paulus mengatakan bahwa mati jauh lebih baik! Bukankah mati harus meninggalkan semuanya? Di mana kebaikan dan keuntungannya? Karena bagi Paulus, mati membuatnya bisa bertemu dengan Kristus dan menikmatiNya dengan lebih lagi. Jadi, kehilangan semuanya tidak menghalangi kita untuk tetap menikmati Allah.

Menikmati Berkat-berkatNya
Apakah kalau kita sudah menikmati Allah di dalam segala kelimpahanNya tidak menginginkan lagi dan tidak memerlukan berkat-berkatNya? Ternyata tidak! Justru lebih menghargai segala berkat-berkatNya sekecil dan sesedikit apapun dan bahkan bisa menikmati semuanya. Berkat-berkat itu tidak dinikmati terlepas dari sumbernya, tetapi di dalam sumber berkat itu sendiri.

Mungkin terdengar biasa kalau kita menikmati berkat-berkat Allah. Tapi, sesungguhnya tidak biasa orang yang menikmati berkat-berkat Allah juga menikmati Allah! Karena kebanyakan orang hanya menikmati berkat-berkat Allah tanpa menghubungkannya dengan sang sumber berkat yang seharusnya lebih nikmat.
Rasul Paulus dalam 1 Kor 10:31 mengatakan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” Artinya, waktu menikmati segala berkat-berkat dari Allah seharusnya juga bisa memuliakan Allah dan tentu saja menikmatiNya.

Kita seharusnya belajar menikmati Allah di dalam segala berkat-berkatNya. Baik di dalam relasi dengan sesama manusia, menikmati dunia ini dan segala hal yang terjadi di dalam hidup ini, seharusnya kita belajar menikmati Allah. Karena kita nanti harus menikmati Allah sampai selama-lamanya.

Di bab selanjutnya kita akan melihat bagaimana seharusnya kita menikmati semua kenikmatan yang sementara.

1 comment:

Dina said...

Hi Ronald,
Tata letak e-booknya rapih, sgt rapih.
Retorikanya mencolok, sayang dasarnya adalah analisa general.
Bentuk penulisannya mau ke argumentasi, atau narasi?
He... he he, kamu mau terima ga yah...
Ide tulisan sih brilian,... sori loh

Dina
moidina@yahoo.com