Sunday, July 1, 2007

Soli Deo Gloria

Sampai di bagian terakhir dari tulisan ini, sebagian orang mungkin masih berpikir bahwa mengejar kenikmatan itu bermotivasi dan bergantung dari diri sendiri yang mempunyai cara sendiri untuk menikmati hidup. Maka kita perlu melihat motivasi di dalam menikmati. Apa yang seharusnya menjadi dasar dan motivasi di dalam menikmati? Begitu juga dengan transformasi yang seharusnya terjadi di dalam hidup orang percaya agar bisa menikmati di dalam kelimpahan anugerah Allah.

Menikmati karena Memuliakan Allah
Ketika membicarakan tentang bagaimana Allah menikmati maka kita sudah melihat bahwa Allah menikmati kemuliaanNya. Maka seharusnya motivasi kitapun ketika menikmati segala kenikmatan, termasuk kenikmatan yang sementara adalah kemuliaan Allah. Ketika kita mengejar segala kenikmatan sesungguhnya motivasinya adalah kemuliaan Allah. Selama kenikmatan yang kita kejar hanya untuk keinginan kita apalagi hanya untuk pemuasan nafsu yang berdosa, beribadahpun sesungguhnya sedang berbuat dosa.
Sama seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus di dalam 1 Kor 10:31, makan, minum dan melakukan segala sesuatu ia lakukan untuk kemuliaan Allah. Maka ketika Paulus menikmati makanan, minuman dan segala hal yang ia lakukan, motivasinya adalah kemuliaan Allah. Jadi motivasi tertinggi dari menikmati adalah Soli Deo Gloria.

Menikmati di dalam Kehendak Allah
1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. 2 Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Roma 12:1-2

Untuk memuliakan Allah kita perlu mengerti kehendak Allah. Menikmati yang bukan hanya sembarangan melakukan sesuai suasana hati, tetapi menikmati yang sesuai dengan apa yang sudah Allah sediakan bagi kita. Karena kita ingin menikmati semua kelimpahan yang disediakan Allah, maka seharusnya kita juga mengerti apa yang menjadi keinginan Allah ketika memberikan dan bagaimana cara yang Ia inginkan bagi kita untuk menikmatinya. Itu sebabnya kita perlu menikmati di dalam kehendak Allah.

Ada tiga nasehat yang diberikan Rasul Paulus untuk mengerti kehendak Allah.
Yang pertama, mempersembahkan tubuhmu (hidupmu). Persembahan yang hanya sekali sebagai korban yang berkenan kepada Allah. Untuk menikmati di dalam kehendak Allah, maka kita harus memulai dengan mempersembahkan hidup kita sebagai korban. Berbeda dengan para pengejar kenikmatan yang berpusat pada dirinya sendiri, maka orang percaya justru menikmati ketika melihat kepada kehendak Allah yang biasanya bertentangan dengan keinginan diri sendiri yang berdosa. Bagaimana bisa menikmati kalau bertentangan dengan kehendak sendiri? Awalnya memang bertentangan dengan kehendak sendiri yang berdosa, tetapi ketika mempersembahkan tubuh sebagai korban, justru tidak lagi bertentangan dengan kehendak sendiri, karena sudah ada perubahan dari kehendak sendiri yang ingin melakukan kehendak Allah.
Yang kedua, Paulus menasehatkan agar tidak mencocokan diri dengan pola zaman ini. Lho bagaimana bisa menikmati kalau tidak mencocokan diri dengan zaman ini? Bukannya zaman ini menyediakan segala kenikmatan? Zaman ini memang menyediakan kenikmatan, tetapi yang disediakan oleh zaman ini adalah kenikmatan yang berdosa. Maka ketika hanya mengikuti pola zaman ini, sama saja dengan mengikuti kenikmatan yang berdosa. Lho, terus harus bagaimana? Apakah harus meninggalkan seluruh kenikmatan yang ada di dunia ini? Tentu saja tidak. Tetapi harus mengikuti nasehat yang ketiga.
Yang ketiga, orang percaya harus ditransformasikan melalui renovasi pemikiran. Orang percaya bisa tetap menikmati segala hal di dunia ini, tetapi ada yang harus diubahkan oleh Allah sendiri, yaitu cara pandang di dalam menikmati. Allah bekerja melalui firmanNya mengubah orang percaya bisa melihar bagaimana menikmati di dalam kehendak Allah, apa yang baik, berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Jadi, jikalau kita bisa menikmati segala kelimpahan sebenarnya adalah anugerah Allah yang menyediakan semuanya, mengubah diri kita untuk memiliki cara pandang yang benar untuk menikmati semuanya, dan tentu juga ada tanggung jawab dari manusia yang sudah mendapatkan anugerah Allah untuk mempersembahkan diri sebagai korban dan meninggalkan kesalahan dari pola zaman ini.

For Better or Worse!
Jikalau kita betul-betul mengasihi, memuliakan dan menikmati Allah, apakah besar atau kecilnya pemberianNya akan mengubah kasih dan kenikmatan itu? Sebagian orang merasa bisa menikmati kalau ada banyak berkat yang diberikan kepadanya. Dan lama-kelamaan yang lebih dikasihi dan dinikmati adalah kenikmatan dan berkat itu sendiri melebihi dari sumber berkat dan kenikmatan itu sendiri.
Yang lebih parah lagi, besar atau sedikitnya berkat dan kenikmatan itu ditentukan oleh cara manusia yang melihat sesuai dengan keinginannya sendiri. Padahal sesungguhnya kalau melihat dari cara pandang Allah semua pemberian Allah adalah kelimpahan. Allah memberikan segala kelimpahan itu tentu saja bukan dengan tujuan agar manusia lebih mencintai semua pemberianNya melebihi diriNya sendiri.
Biarlah kita bisa melihat segala kelimpahan kenikmatan dari Allah pada setiap saat keadaan, saat mata jasmani kita melihat itu hanya sedikit atau kita melihatnya banyak, biarlah mata rohani kita bisa tetap melihatnya dalam segala kelimpahan.

Apa yang menjadi tujuan paling akhir dari hidup manusia?
Bagian terakhir, seharusnya kita terus bertanya apa yang menjadi tujuan paling akhir dari hidup ini? Mengutip dari Katekismus Singkat Westminster, jawabannya adalah memuliakan Allah dan menikmatiNya sampai selama-lamanya.
Soli Deo Gloria.

No comments: