Sunday, July 1, 2007

Dimana Allah ketika saya menikmati?

Meskipun setiap manusia menginginkan kepuasan, kebahagiaan dan kenikmatan, tetapi tidak berarti bahwa setiap manusia memiliki cara pandang yang sama tentang kenikmatan dan bagaimana mendapatkannya.
Cara pandang yang dimiliki oleh manusia dipengaruhi oleh budaya, keluarga, lingkungan, iman dan tentu saja teologinya. Misalnya, dibeberapa daerah di Indonesia ada pendapat yang melihat profesi sebagai dokter atau pegawai negeri adalah profesi yang paling sukses, membahagiakan dan penuh dengan kenikmatan. Itu sebabnya mereka berlomba-lomba menjadikan anaknya dokter atau pegawai negeri. Di tempat yang lain, profesi pengusaha justru lebih penting.

Saya mencoba mengklasifikasikannya ke dalam lima cara pandang yang besar bagaimana manusia melihat kenikmatan. Meskipun sulit untuk mengklasifikasikan setiap orang pada satu cara pandang, karena manusia sering tidak konsisten dan dualistis. Di dalam satu kasus ia mungkin memiliki satu cara pandang, tetapi dalam beberapa kasus yang lain, cara pandangnyapun berbeda. Meskipun demikian saya ingin menunjukkan pembagian secara umum.

Mengejar kenikmatan sementara
Cara pandang yang pertama ini adalah yang umum dan dimiliki oleh setiap manusia sejak manusia jatuh dalam dosa. Kejatuhan manusia di dalam dosa membuat segala kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan menjadi jauh dari manusia. Manusia mengalami penderitaan, kesulitan, kerja menjadi beban dan kadang-kadang dianggap sebagai kutuk. Hubungan antara pria dan wanita, suami-isteri, orang tua dan anak menjadi rusak. Begitu juga hubungan antar sesama manusia menjadi rusak dan sulit. Terjadi perbedaan bahasa, ras, suku dan kepentingan. Perang, bencana alam dan berbagai musibah tidak pernah berhenti. Begitu juga sakit-penyakit tidak pernah berhenti di dalam hidup manusia. Keinginan manusia ingin lepas dari semuanya dan mendapatkan hidup bahagia yang bisa dinikmati. Hidup hanya sekali, mengapa harus diisi dengan penderitaan dan kesulitan?

Maka dengan pemikirannya manusia mencari jalan keluar dari segala kesulitan ini. Ada yang mencarinya melalui Allah. Banyak orang-orang yang beragama memakai nama Allah dan mencari Allah untuk bisa melepaskan dari kesulitan2 yang ada di dunia ini. Mereka berpikir bahwa kalau ibadah dengan segenap hati maka Allah akan memberikan jalan keluar dari segala kesulitan yang ada dan akan memberikan segala hal yang diinginkan hati mereka. Jika Allah memberikan semua keinginan hati mereka, maka mereka akan bahagia, puas dan menikmati hidup ini. Jadi Allah ada untuk kenikmatan pribadi. Bagaimana kalau Allah tidak memberikan apa yang diinginkan hati mereka? Masihkah mereka beribadah kepada Allah yang mereka percayai? Mungkinkah mereka akan beribadah lebih baik lagi, atau mungkin mencari jalan keluar yang lain?!

Sebagian lagi mencari jalan keluar yang dianggap paling bisa membawa mereka keluar dari segala kesulitan yang ada, UUD (Ujung-Ujungnya Duit). Uang yang banyak dianggap oleh sebagian manusia sebagai jalan keluar dari segala kesulitannya. Karena dengan uang yang banyak, manusia bisa membeli semua kenikmatan sementara yang diinginkannya. Pakaian bermerek, rumah, mobil, villa, perjalanan keliling dunia, berobat ke rumah sakit yang terbaik, pendidikan yang terbaik dan bahkan bisa membeli pasangan hidup!? Apa yang tidak bisa dibeli oleh uang? Apalagi kalau hidup di Indonesia, money speaks louder than everything!? Wow!
Tetapi kenyataannya uang ternyata tidak bisa membeli semuanya. Ketika manusia harus mati, uang tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak peduli uangnya seberapa banyak, tidak akan pernah bisa membuat orang yang mati bangkit kembali. Uang tidak bisa menghalangi bencana-bencana alam dan musibah yang terjadi. Uang hanya bisa meringankan kesulitan yang sudah terjadi tetapi kuasanya tidak sebesar yang dipikirkan manusia. Uang tidak bisa memperbaiki kerusakan relasi yang terjadi di dalam keluarga, antara orang tua dan anak, suami-isteri, ataupun sesama saudara. Justru karena mencari uang dan memperebutkan uang/warisan yang membuat banyak keluarga hancur berantakan. Uang hanya bisa membeli cinta palsu yang akan menghancurkan, tetapi tidak bisa membeli cinta sejati.

Pada akhirnya, ketika uang dan usaha manusia tidak bisa membuat manusia keluar dari kesulitannya, maka sebagian manusia akan bunuh diri dalam kekecewaan atas hidup ini atau kembali kepada Allah, berharap ada jalan keluar dari semua kesulitannya.

Ada dua jenis orang yang mengejar kenikmatan sementara ini. Pertama, orang-orang yang menginginkan semuanya terjadi dengan instan. Orang-orang seperti ini ingin dengan cepat mendapatkan kesuksesan, kebahagiaan dan kenikmatan di dunia ini. Sebagian akhirnya menghalalkan segala cara, yang penting kaya, sukses, sehat, bahagia dan puas. Tidak peduli jalan seperti apa yang ditempuh, siapapun bisa dikorbankan termasuk keluarga sendiri. Orang-orang seperti ini sering menjadi penipu-penipu yang ulung. Menipu diri sendiri dan menipu orang lain. Tetapi juga mungkin menjadi korban penipuan.
Yang sakit ingin cepat sembuh pergi ke dokter langsung disuntikkan antibiotik yang keras dan sembuh dalam satu hari. Ingin cepat menyelesaikan masalahnya dengan menipu diri sendiri dan ditipu oleh dokter yang mendapatkan keuntungan besar.
Kalau tidak sembuh-sembuh dari penyakit akut, maka banyak yang mencari mujizat kesembuhan atau pergi ke paranormal yang bisa menyembuhkan. Yang penting cepat sembuh dan bebas dari penderitaan.
Semakin ingin mengejar kenikmatan, maka hidupnya akan semakin menderita untuk mendapatkan semuanya. Dan bahkan hidupnya tidak akan pernah puas dengan segala kenikmatan yang diperolehnya. Banyak orang yang ingin mengejar kenikmatan sementara secara instan justru membuat hidupnya lebih sulit dan menderita dibandingkan sebelumnya, meskipun kelihatannya mereka bisa mendapatkan dan memiliki apa yang mereka inginkan. Contohnya: banyak anak-anak muda yang ingin menjadi artis dan orang terkenal, karena berpikir bahwa hidupnya mungkin akan lebih enak. Ternyata, sesudah menjadi terkenal, tidak ada privacy lagi, terus-menerus digosipin dan dikejar wartawan. Gaya hidup menjadi berubah, tidak bisa memakai dan mempergunakan barang-barang yang murah dan hanya bisa pergi ke tempat-tempat tertentu. Banyak artis dan orang terkenal yang disangka bahagia ternyata jauh dari bahagia.

Yang kedua, adalah orang yang mengerti bahwa mendapatkan kesuksesan, kebahagian dan kenikmatan harus melalui kerja keras. Orang-orang seperti ini mengisi masa mudanya dengan penderitaan dan kesulitan. Sebagian dari mereka ada yang tetap miskin, sakit dan mati sebelum mendapatkan segala keinginan hatinya, sementara sebagian lagi mendapatkan apa yang menjadi keinginan hatinya. Di antara mereka yang tetap miskin dan hidup dalam kesulitan ataupun sakit, ada yang kecewa dan bunuh diri karena melihat kejamnya hidup ini. Ada yang kecewa terhadap Tuhan, kecewa terhadap nasibnya yang kurang beruntung selama hidup di dunia ini, dan akhirnya mengakhiri hidupnya di dunia ini.
Sementara mereka yang dari kerja kerasnya berhasil mendapatkan apa yang diinginkan hatinya puas dan bangga dengan segala yang dikerjakannya. Sayang sekali banyak dari orang-orang yang sudah melalui kesulitan ini kurang bisa menikmati segala hal yang sudah didapatkannya. Mengapa? Karena banyak orang yang dari tidak memiliki apa-apa hidup dengan minim, berhemat dan melatih disiplin untuk dirinya. Kebiasaan ini dibawa terus sampai tua. Banyak yang dari orang-orang hemat menjadi pelit. Terus menumpuk hartanya dan jarang mempergunakan dan menikmatinya. Kenikmatannya justru di dalam bagaimana mereka bisa mendapatkan lebih banyak lagi. Sementara mereka tetap berusaha hidup sederhana, kecuali di dalam peristiwa-peristiwa tertentu. Siapa yang menikmati apa yang mereka dapatkan? Anak2 dan isteri2 mereka yang bukan hanya menikmati tetapi juga menghabiskannya.
Meskipun demikian, ada juga yang benar-benar bisa menikmati segala kerja keras dan puas dengan apa yang dicapainya. Mereka bisa menikmatinya karena mereka memiliki cara pandang yang berbeda.

Membuang semua kenikmatan sementara
Cara pandang kedua ini dimiliki oleh orang-orang yang menganut agama dengan fanatik. Umumnya mereka mengajarkan bahwa kalau mau mendapatkan kenikmatan yang tertinggi/kekal seharusnya menjauhi dan membuang kenikmatan sementara yang hanya membuat manusia berdosa dan menjauhi Penciptanya.
Pemikiran ini hanya berpusat kepada manusia yang jatuh dalam dosa. Dan mereka melihat bahwa semua kenikmatan sementara hanya membuat manusia jatuh dalam dosa dan bahkan melawan Penciptanya. Maka lebih baik jauhi semuanya dan buang segala keinginan untuk menikmati segala kelimpahan, segala kepuasan dan kenikmatan. Contohnya: jangan menginginkan kekayaan karena keinginan untuk menjadi kaya membuat manusia melakukan begitu banyak perbuatan dosa. Maka hindarilah untuk menjadi kaya dan kalau sudah terlanjur kaya, bagi-bagilah hartanya.

Dalam pemikiran mereka, yang lebih berguna adalah kenikmatan kekal yang sudah disediakan oleh Pencipta. Yang di dunia tidak bisa dibandingkan dengan yang ada di surga. Maka lebih baik memikirkan kenikmatan dan kepuasan yang kekal yang ada di surga dengan banyak beribadah, berdoa dan berkorban dalam melayani Pencipta. Semakin membuang kenikmatan sementara dan semakin berkorban dalam hidup ini, maka semakin besar kenikmatan kekal yang akan didapatkan. Di dunia tidak apa-apa menderita, sakit, miskin dan hidup lebih sulit daripada orang-orang lain, karena itu yang seharusnya dialami oleh orang-orang yang tidak mengikuti dunia yang berdosa.

Kenikmatan mereka di dalam kesementaraan ini adalah waktu bisa menerima dan menjalankan hidup yang sulit dan menderita, dimana tidak semua orang sanggup melakukannya. Di samping itu kenikmatan didapatkan pada saat beribadah, saat-saat di mana mereka merasakan ada penyertaan, penghiburan dan perlindungan Allah. Mereka bisa merasakan ketenangan dan persetujuan dari Allah atas hidup mereka yang tidak sama dengan orang-orang berdosa yang hidup hanya untuk memuaskan nafsunya. Dan kenikmatan yang tertinggi yaitu waktu memikirkan dan mengharapkan kenikmatan kekal yang dijanjikan akan dinikmati.

Kalau dilihat, Allah dijadikan alasan untuk tidak menikmati semua kenikmatan sementara. Allah dianggap tidak menghendaki umat yang percaya untuk menikmati segala kesenangan dan kenikmatan di dunia ini. Allah hanya mau umatNya menikmati dalam ibadah kepadaNya dan yang ada di dalam kekekalan nantinya.

Cara pandang ini adalah cara pandang yang dualistis. Cara pandang yang membagi hidup ini menjadi dua bagian: rohani dan duniawi. Kenikmatan kekal dianggap rohani dan diwakili dangan ibadah dan doa, sedangkan kenikmatan sementara dianggap duniawi.
Kesulitan dari cara pandang ini, ibadah di dalam dunia yang berdosa ini seharusnya sudah dicemari oleh dosa juga. Betulkah ibadah mereka adalah yang paling benar dan tanpa cacat/dosa? Karena kenyataannya orang-orang yang kelihatan beragama dengan fanatik ternyata juga melakukan perbuatan-perbuatan yang radikal dan bahkan mengorbankan hidup banyak orang. Kalaupun tidak melakukan perbuatan-perbuatan radikal, maka biasanya mereka memandang rendah orang-orang lain dan bahkan menghina orang-orang yang tidak memiliki pandangan/kepercayaan seperti mereka.
Kesulitan selanjutnya adalah, mengapa Allah mencipta dunia ini? Ketika dunia ini dicemari oleh dosa mengapa terus dibiarkan? Apakah dunia ini hanya dipakai Allah untuk menguji umatNya? Ataukah kuasa Allah tidak sanggup menandingi kuasa dosa yang menguasai segala kenikmatan? Sepertinya aneh kalau Allah mencipta dunia ini dan melarang manusia untuk menikmatinya. Dan tetap menjadi suatu keanehan kalau sesudah manusia jatuh dalam dosa membuat manusia dilarang menikmati semua kenikmatan.

Membuang sebagian dan mengejar sebagian
Cara pandang ketiga ini dimiliki oleh orang-orang yang tidak ingin mengejar kenikmatan sementara dan ingin menjadi orang-orang yang bisa membuang semua kenikmatan sementara, tetapi menyadari bahwa banyak kenikmatan yang mereka perlukan yang bisa memuaskan hidup mereka. Orang-orang ini berada di persimpangan. Mereka kadang-kadang merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang saleh, tetapi juga merasa diri mereka sebagai orang-orang berdosa yang tidak sanggup menahan keinginan diri mereka untuk menikmati kenikmatan yang ditawarkan oleh dunia ini. Kadang-kadang mereka juga meragukan pemikiran2 dari tokoh2 agama yang fanatik yang sepertinya melarang semuanya.

Orang-orang yang berada di dalam cara pandang seperti ini seringkali dianggap kompromi oleh orang-orang yang fanatik, tetapi dianggap kurang berani oleh orang-orang yang mengejar kenikmatan. Merekapun merasa seperti memiliki standar ganda. Yang ini boleh, sedangkan yang lain tidak boleh. Siapa yang membuat standar? Sebagian standar dari agama dan kepercayaan mereka, sedangkan sebagian lagi adalah standar dunia yang bagi mereka harus diikuti kalau tidak mau tersingkir dari dunia . Mereka kadang-kadang merasa sebagai orang-orang yang lemah di dalam hal-hal yang seharusnya mereka bisa berusaha lebih keras lagi.

Allah kadang-kadang dianggap sebagai pemberi segala berkat dan kenikmatan, tetapi juga kadang-kadang dilihat sebagai Jaksa yang sedang menuntut dan Hakim yang memandang diri mereka sebagai orang yang berdosa dan telah melakukan kesalahan. Ketika membuang dan menolak kenikmatan sementara mereka menganggap Allah menyertai mereka, tetapi ketika mereka mengejar kenikmatan sementara, mereka berusaha lari menjauhi dan menghindar dariNya.

Kebimbangan dan perasaan bersalahlah yang membuat orang-orang dengan cara pandang ini biasanya tidak akan lama dan berpindah kepada cara pandang yang lain. Cara pandang ini biasanya menjadi cara pandang peralihan dari orang-orang yang sedang bergumul dalam hidupnya untuk menjadi lebih baik lagi.
Perubahan dari cara pandang ini umumnya dianggap bertobat kalau menjadi orang-orang yang fanatik dan membuang segala kenikmatan. Sedangkan yang dianggap murtad adalah orang-orang yang memilih untuk mengejar kenikmatan dan tidak menghiraukan semua kalimat dari para pemimpin agama yang dianggap terlalu fanatic dan munafik. Mereka yang memberontak umumnya adalah mereka yang sudah mencicipi kenimatan sementara yang dianggap lebih baik dibandingkan hanya menikmatinya serba tanggung.
Atau kalau tidak menjadi fanatik atau pengejar kenikmatan sejati, mereka akan memilih jalan tengah untuk menjadi orang-orang yang menikmati tapi tanpa hasrat untuk mengejar kenikmatan.

Menikmati tapi tanpa hasrat untuk mengejar kenikmatan
Kita mungkin seringkali kaget dan kagum melihat orang-orang yang kelihatan begitu pasrah dan menerima segala sesuatu yang terjadi di dalam dunia ini. Bahkan mereka menjadi orang-orang yang tidak memiliki hasrat untuk mengejar kepuasan, kebahagiaan dan kenikmatan. Apapun yang terjadi mereka bisa menerimanya karena mereka tidak merasa bisa melakukan sesuatu untuk merubahnya. Banyak orang ketika melihat orang-orang seperti ini merasa iri dan menginginkan untuk menjadi seperti mereka sehingga hidup bisa lebih tenang dan menerima realita.

Orang-orang ini tidak mengejar kenikmatan sementara dan juga tidak membuang kenikmatan sementara. Tidak menjadi orang-orang yang terlalu bebas mengejar kenikmatan sementara yang memuaskan nafsu, tetapi juga tidak menjadi orang-orang yang fanatik sampai harus membuang kenikmatan sementara. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang realistis, tapi cenderung pasif. Kalau kenikmatan itu datang ya diterima, tapi tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan kenikmatan itu. Semuanya sudah ada yang mengatur.

Mereka melihat Allah sebagai sumber yang mengatur dan memberikan semua kenikmatan itu. Dalam keadilan Allah mengatur semuanya, dan Ia mendistribusikannya dengan baik. Ada yang harus mendapatkan banyak dan ada yang hanya sedikit, semuanya sudah diatur dengan baik dan adil. Manusia hanya perlu menerimanya dan bersyukur kepada Allah yang sudah memberinya. Sedikit atau banyak semuanya disyukuri.

Kelihatannya cara pandang ini adalah cara pandang yang moderat yang bisa menjadi jalan keluar dari kesulitan manusia berhubungan dengan kenikmatan. Tapi tunggu dulu. Betulkah cara pandang ini tidak memiliki kelemahan dan kekurangan?
Meskipun cara pandang ini bisa membantu orang-orang untuk kelihatan realistis menerima hidup dan bersyukur atas semuanya, tetapi ada kekurangan yang besar di dalam cara pandang ini. Kekurangannya, ketika Allah menciptakan bumi dan segala isinya serta manusia, Ia mengatakan sungguh amat baik dan Allah berhenti mencipta. Ada kepuasan dan kenikmatan besar. Dan Allah memberikan kepuasan dan kenikmatan yang berlimpah kepada manusia untuk memuliakanNya. Meskipun semuanya sudah dicemari oleh dosa, kenikmatan yang sementara itu seharusnya bisa dinikmati dalam kelimpahannya. Maka perlu usaha, dengan kerja keras untuk menikmati semua kelimpahan itu.
Ketika seseorang tidak mengusahakan dan menikmati segala kelimpahan anugerah Allah dengan segala daya upaya, maka sebenarnya orang itu sedang ‘membiarkan’ segala anugerah yang berlimpah itu yang berasal dari Allah. Artinya, sebenarnya orang itu sedang ‘menghina’ Allah yang sudah memberikan anugerah yang berlimpah itu seolah-olah Allah tidak mengerti bagaimana mendistribusikannya dengan benar dan memberikan apa adanya. Padahal Ia memberikannya dengan berlimpah.

Orang-orang dengan cara pandang ini sangat percaya dan bersyukur kepada Allah, bahkan berbagian dalam pelayanan. Tapi, mungkin mereka beribadah dan melayani dengan seadanya, tidak ada hasrat yang besar seperti orang-orang yang memakai Allah untuk kepentingan kenikmatan mereka ataupun orang-orang yang fanatik yang ingin mendapatkan kenikmatan kekal dan penghiburan serta jaminan hidup dalam kesementaraan ini. Sebagian dari mereka beribadah bergantung dari berapa besar anugerah yang mereka dapatkan, begitu juga mereka berespon kepada Allah.
Mereka tidak berusaha melihat berapa besar kapasitas yang sudah Allah berikan kepada mereka untuk berusaha dan menikmati semua yang sudah Allah sediakan kepada mereka. Padahal bagi orang-orang tertentu yang diberikan kapasitas yang besar oleh Allah, mereka seharusnya melakukan usaha yang lebih besar lagi untuk sampai kepada batas maksimal. Dan usaha yang maksimal ini akan berdampak kepada kenikmatan sementara yang lebih bagi yang akan didapatkan dibandingkan sebelumnya. Semua ini juga Allah yang sudah mengaturnya.
Manusia memang perlu puas dan bersyukur serta menikmati semua pemberian Allah. Sedikit atau banyak lihatlah sebagai kelimpahan. Tetapi, jangan pernah puas dengan respon kita kepada Allah, hidup atau mati sekalipun, biasanya terlalu sedikit dibandingkan dengan anugerahNya yang berlimpah kepada kita.
Respon manusia biasanya tergantung kepada berapa banyak ia melihat kelimpahan anugerah dalam hidupnya. Maka biarlah mata rohani kita bisa melihat dan mengejar kelimpahan yang sudah Allah sediakan yang merupakan anugerahNya bagi kita untuk memuliakanNya dan menikmatiNya.

Kenikmatan sementara adalah Anugerah Allah untuk memuliakan Allah dan belajar menikmati Allah
Cara pandang ini melihat bahwa ketika Allah selesai mencipta, Ia mengatakan, “Sungguh amat baik”. Ada kepuasan dan kenikmatan di dalamNya. Ia memberikan kenikmatan ini kepada manusia yang dicipta dalam GambarNya. Manusia bisa berpikir, merasakan, menikmati dan puas baik di dalam hubungannya dengan Penciptanya maupun dengan semua ciptaan yang lain. Hanya manusia yang bisa menikmati semua relasi ini dengan baik.
Masalahnya manusia jatuh dalam dosa yang membuat semua kenikmatan itu dicemari oleh dosa. Tetapi bukan berarti harus membuang semua kenikmatan yang pada awalnya adalah pemberian Allah bagi manusia.

Dalam pemikiran orang-orang yang memiliki cara pandang ini, kenikmatan sementarapun adalah anugerah Allah yang harus ditebus dan dikuduskan terlebih dulu, dalam pengertian ada perubahan/transformasi dari kenikmatan sementara yang dicemari dosa menjadi kenikmatan sementara yang kudus dan suci. Maka, justru semua kenikmatan sementara itu harus dinikmati, karena itu pemberian Allah yang harus dihargai.
Semua yang belum ditebus dan dikuduskan adalah duniawi, tetapi semua yang sudah ditebus dan dikuduskan adalah rohani, suci dan sakral. Bagi orang najis, semua najis, tetapi bagi orang suci semuanya suci. Siapa yang menebus dan menguduskan? Allah sendiri yang melakukan semuanya, manusia tinggal mencari, melihat semua anugerah itu dan menikmatinya.

Selain itu, kenikmatan sementara tidak bisa dilepaskan dari pembelajaran untuk menikmati kenikmatan kekal. Kenikmatan sementara ini bukan hanya kenikmatan yang berdiri sendiri untuk kesementaraan ini, melainkan juga bagian dari pembelajaran di dalam menikmati segala kenikmatan yang lebih baik, suci dan murni di dalam kekekalan. Dan bahkan kenikmatan yang sementara ini justru harus dinikmati untuk menikmati sumber kenikmatan itu sendiri, yaitu sang Pencipta yang seharusnya lebih nikmat karena Ia adalah sang sumber kenikmatan.

Jadi, Allah adalah sumber kenikmatan yang memberikan anugerah kenikmatan yang seharusnya bisa dimuliakan dan dinikmati di dalam setiap kenikmatan yang bersumber dari padanya. Sebagai sumber dari kenikmatan maka Allah adalah kenikmatan yang tertinggi dan termurni. Tidak ada yang lebih indah, agung, cantik, manis melebihi Allah. Tidak ada yang lebih bisa menghibur, menguatkan, membuat kita tertawa, bahagia dan bersukacita yang melebihi Allah.
Menjawab pertanyaan, “Dimana Allah saat saya menikmati?” Allah menjadi sumber, yang menyertai dan yang menjadi tujuan akhir di dalam kenikmatan.
What is the chief end of man? Man’s chief end is to glorify God and to enjoy Him forever.

Kesulitan, masalah, penyakit tidak lebih banyak dan lebih besar daripada Allah dan semua kenikmatan (termasuk kenikmatan sementara) yang sudah disediakanNya. Itu sebabnya, dalam segala keadaan manusia bisa puas, bahagia dan menikmati. Kenikmatan tidak bergantung kepada berapa besar kenikmatan sementara yang diberikan kepada manusia, melainkan kepada seberapa besar anugerah Allah yang diberikan, seberapa besar manusia melihat penyertaan Allah dan seberapa besar usaha manusia di dalam memanfaatkan semua pemberian itu untuk memuliakan dan menikmati Allah. Jadi, hidup ini tidak terikat dengan segala pemberian, melainkan bebas dari semuanya. Keterikatan yang ada hanyalah kepada Allah yang menjadi sumber dari semuanya.

Meskipun kenikmatan sudah disediakan Allah semuanya, tapi bukan berarti menjadi orang-orang yang pasif dan hanya menunggu semuanya diberikan Allah. Justru karena Allah sudah menyediakan segala kelimpahan, maka butuh usaha yang lebih keras sebagai ucapan syukur untuk melihat semua itu, mengejarnya dan mengusahakannya sampai di dalam batas maksimal untuk kemuliaan Allah. Usaha keras ini akan menunjukkan dan membuktikan dan menggenapi semua rencanaNya yang sudah menyediakan segala kelimpahan kenikmatan di dalam segala keadaan.

Anda berada di mana?
Saya melihat cara pandang yang terakhir merupakan cara pandang yang terbaik. Cara pandang ini melihat Allah di dalam posisinya yang benar, tetapi juga tidak membuat manusia menjadi pasif dan tidak memerlukan apa-apa. Manusia tetap menjadi aktif di dalam melihat anugerah Allah yang harus dimanfaatkan dan dinikmatinya.

Sesungguhnya, manusia hanya berada di dalam dua kemungkinan cara pandang. Kemungkinan pertama adalah berubah-ubah dari cara pandang ke- 1,2,3,4 dalam berbagai kasus di dalam waktu-waktu tertentu hidupnya. Sementara kemungkinan kedua, berada di dalam cara pandang kelima semakin hari semakin bertumbuh dalam segala aspek yang terus dibukakan, menikmatinya untuk memuliakan dan menikmati Allah.

No comments: